Sabtu, 07 Januari 2012

Santri Urban

Epestimologi Santri Urban
Oleh: Wahyu Iryana


Setidaknya untuk mengidentifikasi siapakah santri dibutuhkan pemetaan khusus atas generasi santri di Indonesia dari awal hingga sekarang. Istilah santri sebenarnya melekat kepada mereka yang pernah belajar di pesantren. Pernah belajar pada seorang kiai atau ajengan, dan pernah belajar kitab kuning yang menjadi ciri khas di sebuah pondok. Sedangkan yang dinamakan santri urban adalah orang yang dahulunya nyantri kemudian melakukan proses urbanisasi (Nur Khalik Ridwan, 2003:4-5). Setidaknya ada dua kelompok santri urban untuk generasi awal. Pertama di kalangan generasi pemurnian yang berbasis di perkotaan, mereka adalah Ahmad Dahlan, A. Hassan dan yang seangkatan. Kedua dari kalangan pesantren yang berbasis di pedesaan, generasi awal adalah Hasyim Asya’ri, Bisyri Syamsuri, Wahab Hasbulloh dan yang seangkatan. Setelah angkatan pertama generasi kedua dari kalangan santri pemurnian adalah Natsir, Isa Anshari, Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusuma, dan yang seangkatan. Sedangkan untuk kalangan pesantren di pedesaan di gawangi oleh Wahid Hasyim dan yang seangkatan. Generasi ketiga di kalangan pemurnian diwakili oleh para tokoh seperti Amien Rais, Nurcholis Majid (Cak Nur), Ahmad Sumargono, Yusril, Dawam Raharjo dan yang seangkatan. Sedangkan di kalangan pesantren generasi ketiga diwakili oleh Gus Dur, Hasyim Muzadi, Masdar Farid Mas’udi dan yang seangkatan.
Setelah Gus Dur dan Cak Nur meninggal sekarang ini, posisi dan wacana keislaman sepenuhnya masih dipegang oleh generasi ketiga sebagai rujukan utama Amien Rais, Masdar F Masudi dan kalaupun bisa di tambahkan nama Said Aqil Siraj, Mahfud MD, Din Syamsudin, Surya Darma Ali, Azumardi Azra, Kumaruddin Hidayat, Ahmad Gaus AF, Ahmad Baso, Zuly Qadir, Anis Matta, Jadul Maula, Zuhairi Misrawi, Ulil Abshar bisa masuk ke dalam jajaran nama-nama sesudah angkatan ketiga.
Pertanyaannya sekarang apa peran santri urban untuk bangsa Indonesia? Ada berbagai peran penting yang yang telah diberikan untuk menggerakan wacana keislaman di tanah air, yang sarat dengan kepentingan, pertarungan, diskusi dan berhadapan dengan wacana-wacana yang lebih mendunia. Semakin lama, jumlah dan wacana yang dikemukakan semakin memiliki gaung yang besar. Setidaknya golongan penerus kader-kader muda yang mengikuti jejak angakatan sebelumnya telah berperan dalam kantong-kantong gerakan non formal, seperti LSM, kelompok-kelompok diskusi dan kelompok partikelir yang dengan sendirian pula bisa menembus ke media massa untuk menulis dan berwacana.
Pertumbuhan santri urban mengalami berkembang pesat sampai sekarang. Hal ini tidak terlepas dari pertumbuhan pesantren di seluruh Indonesia. Alasan konkrit dari menjamurnya pesantren adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional, karena salah satu great traditional yang dikembangkan di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren.
Salah satu pengajaran khas di pesantren adalah transformasi keilmuan kitam kuning yang membahas ilmu alat. Dalam penjabaran yang lebih luas ilmu alat ini mencakup tata bahasa Arab tradisional, seperti nahwu (sintakstis), sharaf (infleksi), balagah (retorika), di samping itu juga ada ilmu mantiq (logika) dan ilmu tajwid (ilmu untuk membaca al-Quran dengan baik dan benar).
Pengembaraan santri urban yang datang dari pesantren tradisonal ke kota bisa jadi karena wawasan dan skil yang dimiliki para santri tersebut kurang mendapat tempat dalam struktur organisasi di daerahnya karena kurangnya wadah yang pas untuk menampung alumnus santri yang mempunyai progres yang tinggi. Para santri kemudian saba kota untuk melakukan studi di Universitas-Universitas Islam seperti di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) atau Universitas Islam Negeri (UIN) bahkan ada juga dari mereka yang belajar ke luar negeri seperti ke Mesir, Irak, Yordania, dan Madinah. Setelah lulus mereka bergerak dalam pemberdayaan masyarakat, jurnalis, bahkan ada yang tetap menggeluti bidang akedemis sebagai staf pengajar, dan ada juga dari mereka yang bergerak dalam bidang politik sebagai wakil rakyat di parlemen.
Santi di era global
Globalisasi menurut Anthony Giddens dalam British Economist. The Third Way: The Renewal of Sosial Democracy adalah suatu kenyataan saat hubungan sosial mendunia, tidak ada lagi hambatan dan jarak antara berbagai realitas, satu kejadian yang terjadi secara lokal dengan kejadian lain yang terjadi di belahan dunia lainnya.
Perkembangan jaman mengharuskan santri urban untuk melakukan rekonstruksi dakwah yang ideal pada zamannya. Santri urban harus tahu dan mengenal subtansi dari peradaban global. Secara termenologi peradaban atau civilization sering diartikan sebagai masyarakat yang memiliki budaya yang mapan dan organisasi sosial yang dinamis. Dalam arti lain peradaban yang dimaksud adalah suatu kemajuan budaya dari suatu masyarakat pada daerah tertentu dengan ciri organisasi sosial politik yang mapan, pengetahuan, kemajuan di bidang seni, iptek, dan pertembuhan produk-produk material yang komplek.
Sebagai bagian dari masyarakat global santri urban memiliki tanggungjawab besar untuk merespon isu globalisasi. Karena motif dari kelahiran santri urban sendiri tidak terlepas dari perkembangan masyarakat global, yang multi etnik, politik, budaya dan multi agama. Urbanisasi masyarakat desa ke kota dengan alasan rasionalnya bahwa kota sebagai pusat kegiatan. Meminjam bahasa Rohadi Abdul Fatah tujuan dari urbanisasi adalah city, large center of population organized as a community walaupun pada akhirnya urbanisasi mengakibatkan problem baru yang berhubungan dengan tempat tinggal, pangan, fasilitas-fasilatas umum, bahkan kriminalitas yang semakin meningkat. Hal ini harus difahami dengan kenyataan bahwa masyarakat terdidik termasuk santri urban harus mempunyai solusi konkrit dalam mengawal kedaban di era globalisasi tersebut.
Pertanyaannya sekarang bagaimanakah santri urban mampu mengelaborasi dakwah dalam era global? Tentunya santri urban harus mampu masuk dalam dunia media, santri hendaknya tidak gaptek terhadap teknologi yang berkembang. Media dakwah santri bisa melalui Radio, Televisi, Media Cetak, maupun dakwah via internet. Banyaknya kontes-kontes dai disadari atau tidak apabila tidak mampu melakukan akses menyeluruh terhadap perkembangan zaman, ia akan dijadikan boneka intertaiment belaka. Pada dasarnya untuk melakukan dakwah tidak harus menjadi seorang kiai saja. Di manapun kita berada seorang santri entah ia sedang berada di pemerintahan, kampus, kantor, ataupun di gedung parlemen tanggungjawab moral untuk melakukan transformasi nilai-nilai ilahiyah yang positif sudah selayakanya dilakukan tentunya dengan diimbangi sikap pekerti santri. Dalam hal ini posisi santri urban adalah sebagai mediasi antara relasi agama dan negara. Paling tidak ada dua landasan argumentasi yang melegalkan hal tersebut. Pertama, argumentasi normatif teologis dan yang kedua argumentasi historis, keduanya pernah juga disampaikan oleh Gus Dur dalam sebuah seminar di Jakarta yang bertajuk Relasi Negara dan Agama.
Penulis berharap pesantren tidak lagi di cap sebagai sarang teroris dan semoga dari pesantrenlah akan muncul pangeran bersarung (santri) sebagai pemimpin nasional untuk mengentaskan problem-problem bangsa. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Penulis, Mengajar UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Minggu, 20 Juni 2010

STRATEGI DAN METODE DAKWAH PADA MASYARAKAT PANTAI
(Studi Tentang Peran Ulama Terhadap Masyarakat Pantura Di Kab. Indramayu)

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Indramayu merupakan daerah yang sangat kompleks, berbagai suku budaya dan agama yang berbeda berkumpul. Namun hubungan antar warganya terpelihara dengan baik. Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Indramayu terletak pada 1070 52’ - 1080 36’ Bujur Timur dan 60 15’ - 60 40’ Lintang Selatan. Sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0 – 2 %. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa, yang melalui 10 kecamatan dengan 35 desa yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114,1 Km.
Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang pesisir pantai utara P.Jawa membuat suhu udara di kabupaten ini cukup tinggi, yaitu berkisar antara 22,9 - 30 Celcius. Sementara rata-rata curah hujan sepanjang tahun 2007 adalah sebesar 1.590 mm dengan jumlah hari hujan 81 hari. Adapun curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Indramayu kurang lebih sebesar 2.022 mm dengan jumlah hari hujan tercatat 102 hari, sedang curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Gantar kurang lebih sebesar 1.090 mm dengan jumlah hari hujan tercatat 88 hari.
Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas 204.011 Ha. Terdiri atas 112.194 Ha tanah sawah (55%) dengan irigasi teknis sebesar 72.347 Ha, 13.013 Ha setengah teknis, 4.197 Ha irigasi sederhana PU dan 2.381 Ha irigasi non PU sedang 18.777 Ha diantaranya adalah sawah tadah hujan. Sedang luas tanah kering di Kabupaten Indramayu tercatat seluas 91.817 Ha atau sebesar 45%.

.










Dengan luas wilayah 2.040.110 Km2, Kabupaten Indramayu merupakan sebuah wilayah administratif yang luas. Agar pembangunan dapat dirasakan secara merata maka diperlukan aparat pemerintahan untuk perencanaan dan pelaksanakan pembangunan. Selain aparat pemerintahan, peran aktif masyarakat adalah roda penggerak pembangunan. Dengan kinerja aparat pemerintahan yang baik diharapkan pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Kabupaten Indramayu saat ini memilik desa sebanyak 305 desa dan 8 kelurahan. Desa/Kelurahan tersebut tersebar di 31 Kecamatan, dimana pada tahun 2007 telah terjadi pemekaran wilayah yang menghasilkan 3 desa baru, yaitu Desa Tambak, Wanantara dan Karanglayung. Adapun batas wilayah Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut :
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon
Barat : Kabupaten Subang
Timur : Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon
Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Indramayu terdiri dari 2 Sekretariat, 3 Badan, 17 Dinas, 8 Kantor, 31 Kantor Kecamatan dan 8 Kantor Kelurahan dengan jumlah pegawai negeri sebanyak 11.911 orang. Jika dilihat dari Golongan Ruang Pegawai Negeri yang berada di Kabupaten Indramayu terdiri dari 80 pegawai golongan I, 1.884 pegawai golongan II, 4.942 pegawai golongan III dan 5.005 pegawai golongan IV. Sedang bila dilihat dari jabatan struktural/eselon tercatat sebanyak 960 pegawai menduduki jabatan struktural dari eselon IV B sampai eselon II A.
DPRD Kabupaten Indramayu masa bhakti 2004 – 2009 terdiri atas 4 fraksi dan 4 komisi dengan jumlah anggota dewan keseluruhan sebanyak 45 orang. Ditahun 2007 produk Peraturan daerah yang dihasilkan DPRD maupun Keputusan Ketua DPRD Kab Indramayu mengalami kenaikan dari 26 Keputusan DPRD dan 24 Keputusan Ketua DPRD di tahun 2006 menjadi 30 keputusan DPRD dan 15 Keputusan Ketua DPRD di tahun 2007. Walaupun tidak menunjukkan kinerja anggota dewan, frekuensi rapat tercatat sebanyak 58 rapat paripurna, 5 rapat kerja, 7 rapat komisi dan reses tercatat sebanyak 3 kali. Sedang kunjungan kerja mengalami penurunan dari 95 kali kunjungan kerja di tahun 2006 menjadi 44 kali kunjungan kerja di tahun 2007.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan penjabaran rencana kerja para penyelenggara pemerintahan daerah untuk kurun waktu satu tahun. Dalam bentuk yang paling ringkas, APBD dituangkan ke dalam suatu format yang memuat pengelompokan jenis transaksi berkaitan dengan rencana keuangan negara dalam kurun waktu satu tahun. Rasio PAD terhadap APBD Kabupaten Indramayu yaitu 6,58%, rasio ini mengukur kemandirian suatu daerah. Rasio Pajak dan Retribusi Daerah terhadap PAD tercatat sebesar 45,61%, Rasio PAD terhadap PDRB tercatat sebesar 0,17% dan PAD per kapita tercatat sebesar Rp. 27.771. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Karangampel yaitu sebesar 1.898 jiwa/ Km2, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Cantigi 240 jiwa/ Km2.
Kondisi sosial budaya suatu masyarakat merupakan salah satu indikator tingkat keberhasilan pembangunan yang dapat dilihat secara kasat mata. Dari berbagai macam kondisi sosial budaya akan dirangkum dalam beberapa indikator, seperti indikator pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan, keluarga berencana, dan agama.
Kehidupan beragama diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 dan Sila Pertama Pancasila. Kehidupan beragama dikembangkan dan diarahkan untuk peningkatan ahlak demi kepentingan bersama untuk membangun masyarakat adil dan makmur.
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu Kabupaten dengan mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam. Pada tahun 2007 penduduk yang beragama Islam tercatat sebanyak 1.712.922 jiwa, sedangkan sisanya tersebar pada empat agama lain seperti Protestan tercatat sebesar 2.719 jiwa, Katolik 1.715 jiwa, Hindu 132 jiwa, Budha 282 jiwa dan Konghucu sebanyak 23 jiwa.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut pondasi adalah fasilitas kesehatan yang murah, representatif serta mudah diakses diharapkan dapat meningkatakan kesadaran untuk hidup sehat. Jumlah Puskesmas termasuk puskesmas pembantu di Kabupaten Indramayu tercatat sebanyak 116 unit. Jumlah paramedis yang bertugas di Kabupaten Indramayu pada tahun 2007 tercatat sebanyak 932 orang. Banyaknya dokter yang melayani penduduk Indramayu tercatat sebanyak 77 dokter (termasuk dokter gigi) angka ini jauh dari angka yang ideal, di tahun 2007 tercatat proporsi dokter terhadap penduduk menunjukkan angka, 1 dokter per 22.309 penduduk. Sedang proporsi bidan terhadap pasangan usia subur menunjukkan angka 1 bidan per 1.236 pasangan usia subur.
Pelaksanaan imunisasi pada tahun 2007 cukup berhasil, hal ini disebakan oleh tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi. Pada tahun 2007 jumlah akseptor KB mengalami kenaikan secara persentase dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur, pada tahun 2007 tercatat sebesar 290.311 akseptor dari 370.591 pasangan usia subur atau sebesar 78,34%. Sedang di tahun 2006 tercatat 269.131 akseptor dari 361.100 pasangan usia subur (74,53%). Indikator lain dari keberhasilan pembangunan manusia adalah kemajuan dibidang pendidikan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu pada tahun 2007 untuk tingkat Sekolah Dasar jumlah sekolah tercatat sebanyak 880, murid sebanyak 193.959 orang, dan guru sebanyak 1.247. Kemudian di tingkat SLTP jumlah sekolah tercatat sebanyak 148, murid sebanyak 63.301 orang dan guru sebanyak 3.385 orang. Sedangkan di tingkat SLTA jumlah sekolah tercatat sebanyak 52, murid sebanyak 16.528 orang dan guru sebanyak 1.378 orang.
Letak Indramayu yang berada di pesisir pantai memiliki daya tarik tersendiri sebagai daerah wisata. Ada beberapa lokasi wisata yang berada di kabupaten Indramayu yaitu Pantai Tirtamaya, Koloni kera serta Pulau Biawak. Dari ketiganya, Pantai Tirtamaya merupakan lokasi wisata yang paling banyak diminati masyarakat sebagai lokasi wisata. Keadaan ini terlihat dari jumlah pengunjung yang cukup tinggi dibanding pengunjung pada lokasi wisata lainnya. Pada tahun 2006 jumlah pengunjung di pantai Tirtamaya tercatat sebesar 14.754 pengunjung mengalami penurunan dari 36.445 pengunjung di tahun 2007. Sarana lain yang turut menunjang kepariwisataan adalah adanya hotel. Jumlah hotel di Kabupaten Indramayu pada tahun 2007 tercatat 22 hotel dengan jumlah kamar sebanyak 389 kamar, sementara jumlah pengunjung tercatat sebanyak 45.787 orang dan jumlah tenaga kerja di bidang perhotelan ini tercatat sebesar 208 orang.
Manusia adalah individu yang berfikir dan mahluk sosial yang selalu ingin berkelompok dan bermasyarkat. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lepas dari proses interaksi.
Aktivitas-aktivitas sosial yang ada dalam masyarakat merupakan kelanjutan dari interaksi sosial , karena pergaulan sosial itu akan terjadi apabila orang-perorang atau kelompok manusia bekerjasama saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama.
Karena manusia adalah makhluk yang merdeka, dengan hakikat kemerdekaannya itu manusia menduduki tempat yang sangat terhormat. Terbukti dalam konsepsi Al-Qur’an posisi manusia begitu penting dapat terlihat manusia sebagai khalifah Allah, sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini, dan predikat ini menggambarkan bahwa tuhan mempercayakan bumi kepada manusia.
Maka Islam datang sebagai Din Allah dan merupakan manhaj al hayat atau way of life . Oleh karenanya komunitas muslim yang berperan sebagai komunitas yang ditugaskan dari sendi-sendi moral iman, islam dan taqwa dapat direalisasikan dan difahami secara utuh dan padu. Karena masyarakat muslim bertindak sebaagai teladan di tengah-tengah arus globalisasi.
Islam adalah agama dakwah, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam secara keseluruhan . Karena dakwah Islam bertujuan memancing dan mengharapkan potensi mereka bermakna dihadapan sejarah dan tuhannya.
Oleh karenanya, Islam adalah agama yang memandang penganutnya sebagai Da’i bagi dirinya. Dalam bahasa Islam tindakan menyebarkan dan menginformasikan pesan-pesan Islam ini merupakan esensi dakwah. Karena dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan Islam kepada manusia secara operasional .
Oleh sebab itu, dalam berdakwah harus mempunyai strategi dan metode dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan pesan-pesan Islam dalam bentuk aktivitas dakwah. Maka tentunnya diperlukan suatu sistem manajerial komunikasi baik penataan perkataan maupun perbuatan yang dalam banyak hal sangat relevan dan terkait dengan nilai-nilai keIslaman, dengan kondisi seperti itu maka bukan saja penyampaian yang ditekankan namun ada hal lain yang lebih penting yaitu mencari materi yang cocok mengetahui psikologi objek dakwah, memilih metode yang representatif, dan menggunakan bahasa yang bijaksana dan sebagainya .
Disinilah pentingnya mengenal kondisi objek dakwah, karena kondisi dakwah objek dakwah antara satu dengan yang lain sangat berbeda. Maka begitu penting strategi dakwah dan metode dakwah untuk kesuksesan dan berjalannya pesan-pesan Islam pada masyarakat setempat.
Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan atau masyarakat pantai yang kemudian menyebut dirinya orang pesisir. Masyarakat pantai yang notabene adalah para nelayan yang pola interaksinya selalu berkaitan dengan laut, karena menurut Nottingham tipe-tipe masyarakat ini merupakan masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral. Tipe masyarakat ini kecil, teriolasi, dan terbelakang. Dan agama merupakan alat persatuan masyarakat dan pengaruh sakral sangat kental terhadap nilai-nilai masyarakat tersebut.
Disinilah karakter masyarakat pantai yang terbelakang yang mengedepankan niali-nilai spiritualitas dalam aktivitas sosialnya. Menurut Dadang Kahmad golongan masyarakat nelayan mempunyai mata pencaharian yang bergantung pada keramahan alam. Jika musim sedang bagus, tidak ada badai, boleh jadi tangkapan ikannya melimpah. Biasanya pada waktu-waktu tertentu ada semacam upacara untuk menghormati penguasa laut. Karena masyarakat nelayan termasuk tipe masyarakat terbelakang, yang nilai-nilai sakral sangat memasuki sistem nilai masyarakat. Maka dalam penyampaian ajaran agama kepada mereka, hendakalah dengan cara yang sederhana dan memakai contoh-contoh yang biasa diambil dari lingkungan alamnya.
Masih menurut Dadang Kahmad , bahwa peranan pemimpin agama harus diorentasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat utuh dan serasi antara kemajuan aspek lahiriyah dan kepuasan aspek batiniyah. Dan keterlibatan para pemimpin agama dalam kesiapan ini sangat luas, bukan saja tebatas dalam pembangunan ruhani saja, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis dan moral, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek kesiapan pembangunan.
Dalam pemahaman kultural kepemimpinan ulama lebih di persepsikan sebagai kepemimpinan karismatik atau kepemimpinan tradisional. Karena pemimpin yang karismatik adalah pemimpin yang dihormati dan dipatuhi oleh masyarakatnya . Karena pemimpin agama memiliki sifat personal yang luar biasa dan mempunyai kredibilitas (kewibawaan) sehingga mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat.
Indramayu yang letak geografisnya berada di pantura (pantai utara) yang penduduknya bermata pencaharian bertani dan nelayan, yang utamanya adalah bergantung pada alam. Masyarakat nelayan yang ada di indramayu selalu bergantung pada alam yaitu laut. Faktor cuaca tidak bisa diprediksikan kapan cuaca bagus dan kapan cuaca buruk.
Maka dari itu masyarkat pantai di Indramayu mempunyai karakter yang sakral terhadap hal-hal mistis yang diluar jangkauan mereka dengan kepatuhan kepada pemimpin agama dalam hal ini ulama yang berpengaruh disana.
Disinilah peran ulama dalam mengemban misi dakwah Islam di kab. Indramayu, dengan berbagai strategi dakwanya yang berperan sebagai motivator pembimbing, mediator, serta pembangun aspek lahiriyah dan ruhaniyah masyarkat pantai di kab. Indramayu.
Maka penelitian di fokuskan pada strategi dakwa yang kemudian peneliti mengambil judul “ SETRATEGI DAN METODE DAKWAH PADA MASYARAKAT PANTAI “ (Penelitian Terhadap Masyarakat Pantura Di Kab. Indramayu).

B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan uraian dalam latar belakang masalah, maka terlihat bahwa di satu sisi masyarakat pantai yang memiliki waktak keras mampu menerapakan ajaran-ajaran keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Sementara di sisi lain ada keterkaitan ajaran-ajaran keislaman yang terbalut pada tradisi lokal. Kemudian begitu kentalnya nuansa keislaman ini tidak terlepas dari metode dakwah para ulama di masyarakt pantai Indramayu. Oleh Karena itu di ajukan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kehidupan masyarakat pantai di Indramayu?
2. Bagaimana strategi dan metode dakwah untuk masyarakat Pantai di Indramayu?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kehidupan masyarakat pantai di Indramayu
2. Mengetahui strategi dan metode dakwah masyarakat pantai di Indramayu?

D. Kerangka Pemikiran
Islam adalah agama dakwah yang menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwahnya. Karena kesiapan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apapun. Maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya .
Oleh sebab itu, agar dakwah dapat mencapai sasaran maka diperlukan strategi dan metode Dakwah yang benar-benar relevan dengan kondisi masyarakat. Dakwah adalah ajakan yang dilakukan untuk membebaskan individu dan masyarakat dari pengaruh eksternal nilai-nilai syaithaniyah dan kejahaliyahan menuju internalisasi nilai-nilai ketuhanan .
Dakwah adalah upaya kegiatan mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah yang sesuai fitrah secara integral, baik melalui kegiatan lisan dan tulisan atau kegiatan nalar dan perbuatan, sebagai upaya pengejawantahan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran prinsipal dan universal yang menjadi kegiatan nyata dalam kehidupan sosial budaya sehari-sehari, serta berupaya mencegah dan menjauhkan ha-hal yang memang secara fitri ditolak dan diingkari oleh nurani dan terwujudnya umat pilihan .
Dari pemahaman mengenai dakwah tadi, maka dakwah menempati posisi sangat penting, namun harus dilakukan dengan strategi dan metode yang tepat. Strategi dan metode dakwah harus pada prinsip-prinsip Al-Quran surat An-Nahl: 125.
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Dari pemahaman diatas maka metodenya adalah mencakup 3 aspek yaitu Bil Hikmah (mencegah), Al-Mauidzah Al-Hasanah (nasihat yang baik), Al-Mujadalah Bi Al-Lafihiyah Hasan (dialogis).
Disinilah letak strategi dan metode dakwah membutuhkan seorang Da’i (komunikator) yang mau menempuh aktivitas dakwahnya untuk mencapai hal tinggi terhadap orang lain, tidak pernah memaksa dan memperkosa hak-hak orang lain . maka dari itu sebagai pemimpin agama (ulama) yang memberikan pesan-pesan dakwah pada masyarakat haruslah mempunyai kewibawaan.
Oleh sebab itu, peranan ulama sebagai motivator pembimbing serta mediator harus mempunyai strategi dan metode dakwah karena setiap masyarakat mempunyai karakter masing-masing. Menurut Dadang Kahmad peran pemimpin agama (ulama) yaitu .
1. Pemimpin Agama Sebagai Motivator
Para pemimpin agama (ulama) sebagai motivator pembangunan sudah banyak diakui terbukti di masyarakat. Dengan kharismanya ulama dapat berperan aktif dalam mendorong suksesnya kegiatan-kegiatan pembangunan. Dorongan-dorongan yang diberikan para ulama terhadap masyarakat lambat laun telah melahirkan perubahan pandangan di masyarakat yang bersifat positif.
2. Pemimpin Agama Sebagai Pembimbing moral
Dalam kenyataanya para ulama aktif dalam meletakkan landasan moral, etis, dan spiritual serta peningkatan pengamalan agama, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial.
Sifat-sifat ulama yang mempunyai kepribadian religius seperti adil, jujur, taat ajaran agam islam, itu kemudian ditiru oleh masyarakat.
3. Pemimpin Agama Sebagai Mediator
Ulama dalam hal ini sebagai wakil masyarakat dan sebagai pengantar dalam menjalin kerja sama yang harmonis diantara banyak pihak dalam rangka melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat.
Inilah pentingnya seorang ulama dalam menyampaikan ajaran-ajaran islam melalui strategi dan metode dakwahnya. Karena tidak bisa pungkiri bahwa masyarakat tipe nelayan atau yang tinggal di wilayah pantai mempunyai karakter yang religius dan sakral yang hidupnya bergantung pada alam oleh karena religiusnya, masyarakat pantai selalu patuh pada pemimpin agama (ulama) karena itulah ulama mempunyai peran enting dalam menyebarkan dakwah islam pada masyarakat khususnya masyarakat pantai.
E. Metode Peneltian
1. Sumber data
Sehubungan penelitian ini merupakan penelitian terhadap masyarakat pantai maka harus dilakukan kajian pustaka dan observasi lapangan. Data kepustakaan konsep-konsep tentang masyarakat pantai, data masyarakat Indramayu sebagai sumber rujukan primer yaitu Data bes Indramayu Dalam Angka, Data Monografi Masyarakat Indramayu, dan kajian buku-buku yang berkaitan dengan masyarakat pantai. Sedangakan teknik observasi digunakan mengikat dari keseluruhan data yang harus dikumpulkan, diduga terdapat sebagian di antaranya melalui pengamatan di masyarakat Eretan Wetan, Masarakat Karang song, Masyarakat Dadap, Masyarakat Krangkeng yang masih masuk wilayah Indramayu yang meliputi kondisi objektif lokasi peneliatian.

2. Teknik Analisi Data
Adapaun teknis analisis data tersebut, penulis mengikuti data yang yang di anjurkan oleh Heberman, yaitu: pertama, reduksi data, display dan verivikasi data. Adapun langkah-langkah penelitian yang akan di tempuh adalah sebagai berikut:
a. Melakukan Kajian Pustaka terhadap data monografi masyarakat Indramayu, dan data Indramayu dalam angka. Sebagai analisis terhadap pertumbuhan masyarakat Indramayu.

b. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan yang penulis lakukan adalah sebagi berikut:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian dan langkah-langkah penelitian.
Bab II Penjelasan latar historis dan kondisi objektif masyarakat pantai di Indramayu serta norma-norma adat yang berkembang.
Bab III Metode dakwah yang di terapkan oleh para ulama untuk menyebarkan Islam di daerah pantai wilayah Indramayu.
Bab IV Penutup, adalah tahapan terakhir berupa kesimpulan yang menyimpulkan bahasan yang di ambil dari pokok-pokok uraian bahasan ini.
Demikina tahapan penelitian yang penulis lakukan, dengan melihat masalah-masalah tersebut diharapakan dapat membantu menganalisis terhadap kehidupan bermasyarakat.


Daftar Pustaka

Abdurrahman Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj.Ahmadi Thoha,Pustaka Firdaus, 1986;3-13
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, Maktabah wa Mathba’ah Sulaiman Mar’i, Singapura, 1965
Abdurrahman al-Bazzaz, Islam dan Nasionalisme Arab, dalam John J.Donohue dan John
Abdul Badi Shaqar, Bagaimana Dakwah. Jakarta: Media Dakwah,1988
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Rajagrafindo, 2004
Asep Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Quran. (Bandung: Pustaka Setia,2002
Bahtiar Effendi, Islam dan Negara, Penerbit Paramadina, Jakarta,1998
Bassam Thibi, Arabs and Nationalism, New York, Harper and Row 1992
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, Rajawali Press, Jakarta,1986
Encarta Deluxe 2004 Microsoft Encyclopedia; Geo-politik
Faizah, dan lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah.Jakarta: kencana, 2006
Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban;sain, masyarakat dan kebangkitan kebudayaan, terj.M Thoyibi,
Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 2000
Harm J. de Blij, Systematic Political Geography, John Wiley&Sons, Inc. New York,1967
Ira M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam jilid I, Rjagrafindo, 1999
Jurzi Zaidan, History of Islamic Civilization, Kitab Bhavan,1979
John L.Esposito (ed), The Oxford History of Islam, Oxford University Press, 1999
Kuntowidjoyo, Metodologi Sejarah, Tiara Wacana, edisi kedua Jogjakarta, 2003
Lester Kurtz, Gods In The Global Village; the World’s Religion in Sociological Perspective, Pine Forge
Press, London,1995;81
Marshall G.S.Hodgson, The Venture of Islam, terj.Mulyani Kertanegara,Paramadina Press,
Jakarta,1999
Mahsyur Amin, Dakwah Islam Dan Pesan Moral. Jakarta: Al-amin press,1997
Muhamad Tholhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosio kultural. Jakarta: lanta baru press,2005
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: rahmat semesta,2009
Muzzier Suparta Dan Harjani Hefni, Metode Dakwah. Jakarta: kencana, 2009
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Paramadina Press, 1990
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, terj.Mestika Zed dan Zulfami, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2003
Philip K. Hitti Islam and The West, Sinar Baru Bandung, 1983;7-9
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005)
Seyyed Hossain Nasr,Ideals and Realities of Islam, Mandala Paper Back,1979
--------------------------, Islamic Life and Thought, Unwin Paperback, London, 1982
Sachiko Murata, The Tao of Islam, terj. Rahmani AstutiMizan Bandung, 1999;93-95
Syed Ali Alattas, Islam dan Budaya Melayu, Mizan,1989
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Gramedia, Jakarta, 1993
Samuel P. Huntington, Benturan Antara Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, terj.M.Sadat
Ismail, Qalam Pustaka Pemikiran, Yogyakarta, 2000
Sutan Takdir Alisyahbana, Antropologi Baru, Dian Rakyat, 1986
Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam, terj.Nawawi Rambe, Penerbit Widjaya, Jakarta,1980

Selasa, 30 Maret 2010

SEJARAH CIANJUR
Juni 14, 2007
Sejarah Kabupaten Cianjur sangat sedikit diketahui, akan tetapi menurut cerita-cerita dari orang tua, daerah Kabupaten Cianjur dahulunya adalah termasuk kedalam wilayah Kerajaan Pajajaran.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kepercayaan masyarakat Cianjur yang sama dengan masyarakat pada jaman kerajaan pajajaran yang banyak mengenal kebudayaan hindu.
Asal usul Kabupaten Cianjur diketahui setelah masuk pengaruh Islam ke Cianjur dari Kesultanan Banten kira-kira abad XV.
Bupati pertama Cianjur bernama Wiratanu I yang memerintah kira-kira abad XVII berpusat di Cikidul-Cikalong Kulon 20km sebelah utara Kabupaten Cianjur sekarang. Kemudian dipindahkan oleh Bupati Wiratanu II ke tepi sungai dan jalan raya yang telah dibuat oleh Daendels antara Anyer – Panarukan yaitu Kota Cianjur sekarang.
Kota Cianjur menjadi Kota Keresidenan Priangan pada masa Raden Kusumah Diningrat dengan wilayah meliputi Pelabuhan Ratu sebelah barat, Sungai Citanduy dengan barisan Gunung Halimun, Mega Mendung, Tangkuban Perahu sebelah timur, dan Samudra Indonesia sebelah selatan.
Kemudian pada masa Bupati R.A.A Prawiradiredja wilayah Cianjur mengalami perubahan menjadi Cikole sebelah barat, Sukabumi sekarang, Bandung dan Tasikmalaya dengan Ibukota Keresidenan dipindahkan ke Bandung.

Perkebunan karet dan teh merupakan akibat dari sistem tanam paksa (cultur stelsel).
Perkebunan tersebut merupakan tempat hiburan akhir pekan bagi asisten residen dan orang-orang belanda yang tinggal di Cianjur dan cenderung membuat rumah didaerah Cipanas-Puncak.
GEOGRAFIS
Secara Geografis, Kabupaten Cianjur terletak pada 106. 25o -107. 25o Bujur Timur dan 6.21o – 7.32o Lintang Selatan dengan batas-batas administratif :
• Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.
• Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
• Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Luas wilayah Kabupaten Cianjur +/- 3.501,48 km2 terbagi dengan ciri topografi sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit-bukit dan sebagian merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 0 s/d 2.962 meter diatas permukaan laut (Puncak Gunung Gede) dengan kemiringan antara 1% s/d 15%.
OBYEK WISATA
1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Salahsatu dari 33 Taman Nasional di Indonesia yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna dengan luas 15.196 Ha serta ketinggian Gunung Gede 2.958 mdpm dan Pangrango 3.019 mdpm.
Terdapat beberapa kawah ; kawah ratu, wadon, lanang dan baru. Lokasi di Kecamatan Pacet dengan jarak tempuh dari Jakarta sekitar 80km.
2. Kebun Raya Cibodas
Merupakan cagar alam yang memiliki 1001 jenis tanaman kaktus yang berusia lebih dari 100 tahun.
3. Istana Presiden Cipanas
Dibangun pada tahun 1740 oleh warga Belanda bernama Van Heuts diatas tanah 25 Ha. Didalam sekitar istana terdapat suatu bangunan yang dapat dikunjungi yaitu Gedung Bentol yang dulunya pernah dipakai Presiden Soekarno menyusun naskah kemerdekaan RI
4. Taman Bunga Nusantara
Taman seluas 23 Ha beriklim tropis yang benar-benar nyaman dan menyenangkan dengan berbagai jenis bunga dari berbagai negara di Asia, Amerika, Afrika, Australia dan Eropa. Lokasi di desa Kawung Luwuk Kecamatan Sukaresmi dengan jarak tempuh sekitar 90km dari Jakarta.
5. Perkebunan Teh Puncak
Pemandangan dengan latarbelakang kebun teh dapat dilihat di Puncak. Merupakan Agrowisata yang indah, sejuk dan nyaman yang sewaktu-waktu diselimuti kabut. Cocok untuk kegiatan ‘Tea Walk’ dan Terbang Layang.
6. Pusat Belanja Wisata
Sepanjang jalur Puncak-Cianjur terdapat banyak tempat menginap hotel berbintang maupun kelas melati, restoran yang menyajikan aneka ragam makanan khas, factory outlet, souvenir, buah-buahan segar, sayur mayur serta bunga/bonsai.
SENI TRADISIONAL
1. Seni Mamaos Cianjuran
Keistimewaannya adalah lagu-lagunya tidak berpatokan pada birama tertentu, sehingga banyak yang bilang bahwa Seni Cianjuran adalah termasuk Seni Jazz.
2. Kacapi Suling, Jaipongan (Ketuk Tilu) dan Calung
MAKANAN TRADISIONAL
1. Tauco
Makanan khas Cianjur yang berasal dari negeri Cina. Terbuat dari kacang kedelai pilihan, diproses secara tradisional.
Pabrik tauco tertua adalah pabrik tauco cap meong, didirikan tahun 1880 di kota Cianjur.
2. Manisan
BUDAYA TRADISIONAL
1. Pengrajin Sangkar Burung
2. Pengrajin Lampu Kuning
3. Pengrajin Cinderamata Bambu dan Kayu
SENI BELADIRI TRADISIONAL
Pencak Silat / Maenpo
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber – sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1966)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006))
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
SEJARAH CIANJUR
Juni 14, 2007
Sejarah Kabupaten Cianjur sangat sedikit diketahui, akan tetapi menurut cerita-cerita dari orang tua, daerah Kabupaten Cianjur dahulunya adalah termasuk kedalam wilayah Kerajaan Pajajaran.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kepercayaan masyarakat Cianjur yang sama dengan masyarakat pada jaman kerajaan pajajaran yang banyak mengenal kebudayaan hindu.
Asal usul Kabupaten Cianjur diketahui setelah masuk pengaruh Islam ke Cianjur dari Kesultanan Banten kira-kira abad XV.
Bupati pertama Cianjur bernama Wiratanu I yang memerintah kira-kira abad XVII berpusat di Cikidul-Cikalong Kulon 20km sebelah utara Kabupaten Cianjur sekarang. Kemudian dipindahkan oleh Bupati Wiratanu II ke tepi sungai dan jalan raya yang telah dibuat oleh Daendels antara Anyer – Panarukan yaitu Kota Cianjur sekarang.
Kota Cianjur menjadi Kota Keresidenan Priangan pada masa Raden Kusumah Diningrat dengan wilayah meliputi Pelabuhan Ratu sebelah barat, Sungai Citanduy dengan barisan Gunung Halimun, Mega Mendung, Tangkuban Perahu sebelah timur, dan Samudra Indonesia sebelah selatan.
Kemudian pada masa Bupati R.A.A Prawiradiredja wilayah Cianjur mengalami perubahan menjadi Cikole sebelah barat, Sukabumi sekarang, Bandung dan Tasikmalaya dengan Ibukota Keresidenan dipindahkan ke Bandung.

Perkebunan karet dan teh merupakan akibat dari sistem tanam paksa (cultur stelsel).
Perkebunan tersebut merupakan tempat hiburan akhir pekan bagi asisten residen dan orang-orang belanda yang tinggal di Cianjur dan cenderung membuat rumah didaerah Cipanas-Puncak.
GEOGRAFIS
Secara Geografis, Kabupaten Cianjur terletak pada 106. 25o -107. 25o Bujur Timur dan 6.21o – 7.32o Lintang Selatan dengan batas-batas administratif :
• Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.
• Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
• Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Luas wilayah Kabupaten Cianjur +/- 3.501,48 km2 terbagi dengan ciri topografi sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit-bukit dan sebagian merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 0 s/d 2.962 meter diatas permukaan laut (Puncak Gunung Gede) dengan kemiringan antara 1% s/d 15%.
OBYEK WISATA
1. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Salahsatu dari 33 Taman Nasional di Indonesia yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna dengan luas 15.196 Ha serta ketinggian Gunung Gede 2.958 mdpm dan Pangrango 3.019 mdpm.
Terdapat beberapa kawah ; kawah ratu, wadon, lanang dan baru. Lokasi di Kecamatan Pacet dengan jarak tempuh dari Jakarta sekitar 80km.
2. Kebun Raya Cibodas
Merupakan cagar alam yang memiliki 1001 jenis tanaman kaktus yang berusia lebih dari 100 tahun.
3. Istana Presiden Cipanas
Dibangun pada tahun 1740 oleh warga Belanda bernama Van Heuts diatas tanah 25 Ha. Didalam sekitar istana terdapat suatu bangunan yang dapat dikunjungi yaitu Gedung Bentol yang dulunya pernah dipakai Presiden Soekarno menyusun naskah kemerdekaan RI
4. Taman Bunga Nusantara
Taman seluas 23 Ha beriklim tropis yang benar-benar nyaman dan menyenangkan dengan berbagai jenis bunga dari berbagai negara di Asia, Amerika, Afrika, Australia dan Eropa. Lokasi di desa Kawung Luwuk Kecamatan Sukaresmi dengan jarak tempuh sekitar 90km dari Jakarta.
5. Perkebunan Teh Puncak
Pemandangan dengan latarbelakang kebun teh dapat dilihat di Puncak. Merupakan Agrowisata yang indah, sejuk dan nyaman yang sewaktu-waktu diselimuti kabut. Cocok untuk kegiatan ‘Tea Walk’ dan Terbang Layang.
6. Pusat Belanja Wisata
Sepanjang jalur Puncak-Cianjur terdapat banyak tempat menginap hotel berbintang maupun kelas melati, restoran yang menyajikan aneka ragam makanan khas, factory outlet, souvenir, buah-buahan segar, sayur mayur serta bunga/bonsai.
SENI TRADISIONAL
1. Seni Mamaos Cianjuran
Keistimewaannya adalah lagu-lagunya tidak berpatokan pada birama tertentu, sehingga banyak yang bilang bahwa Seni Cianjuran adalah termasuk Seni Jazz.
2. Kacapi Suling, Jaipongan (Ketuk Tilu) dan Calung
MAKANAN TRADISIONAL
1. Tauco
Makanan khas Cianjur yang berasal dari negeri Cina. Terbuat dari kacang kedelai pilihan, diproses secara tradisional.
Pabrik tauco tertua adalah pabrik tauco cap meong, didirikan tahun 1880 di kota Cianjur.
2. Manisan
BUDAYA TRADISIONAL
1. Pengrajin Sangkar Burung
2. Pengrajin Lampu Kuning
3. Pengrajin Cinderamata Bambu dan Kayu
SENI BELADIRI TRADISIONAL
Pencak Silat / Maenpo
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber – sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kuku-kunya di tanah nusantara.Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru di pinggir sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Agama Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk agama Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Dalem / Bupati Cianjur dari masa ke masa
1. R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
2. R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
3. R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
4. R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
5. R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
6. R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
7. R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
8. R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
9. R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
10. R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
11. R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
12. R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
13. R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
14. R. Sunarya (1932-1934)
15. R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
16. R. Adiwikarta (1943-1945)
17. R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
18. R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
19. R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
20. R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
21. R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
22. R. Akhyad Penna (1952-1956)
23. R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
24. R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
25. R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
26. Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
27. Letkol Sarmada (1966-1969)
28. R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
29. Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
30. Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
31. Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
32. Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1966)
33. Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
34. Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006))
35. Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)

sejarah tasikmalaya

Masa sebelum Islam
Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Tasikmalaya, diketahui adanya suatu bentuk Pemerintahan Kebataraan dengan pusat pemerintahannya di sekitar Galunggung, dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari Kerajaan Galuh) atau dengan kata lain raja baru dianggap syah bila mendapat persetujuan Batara yang bertahta di Galunggung. Batara atau sesepuh yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang Batara Semplakwaja, Batara Kuncung Putih, Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.
Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada zaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sezaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sezaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.
[sunting] Masa kedatangan Islam
Pada masa pemerintahan Prabu Surawisesa kedudukan Pajajaran sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan Islam yang dipelopori oleh Cirebon dan Demak. Sunan Gunung Jati sejak tahun 1528 berkeliling ke seluruh wilayah tanah Sunda untuk mengajarkan Agama Islam. Ketika Pajajaran mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali Dalem Sukakerta atau Dalem Sentawoan sudah menjadi penguasa Sukakerta yang merdeka, lepas dari Pajajaran. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk Islam.
[sunting] Peristiwa Penting
Dalam perjalanannya Tasikmalaya mencatat beberapa peristiwa penting bersejarah antara lain :
• Pemberontakan melawan penjajahan Jepang yang dipimpin oleh K.H.Zaenal Mustofa di Singaparna.
• Pelucutan senjata KOMPETAI oleh para pemuda.
• Penerbangan pertama dengan pesawat terbang yang menggunakan bendera merah putih dari Pangkalan Udara Cibeureum dilakukan oleh pilot Adi Sutjipto dan Basyir Surya.
• Lahirnya Divisi Siliwangi
• Pemberangkatan Hijrah ke Yogyakarta
• Pusat Pemerintahan Jawa Barat di pengungsian di Cipicung Culamega.
• Kongres pertama Koperasi Indonesia yang melahirkan Hari Koperasi 12 Juli.
• Lahirnya konsep pertahanan keamanan rakyat semesata (HANKAMRATA).
Selain itu ada beberapa peristiwa penting yang patut diketahui antara lain :
• Peristiwa meledaknya pabrik mesiu DAHANA tanggal 5 Maret 1976.
• Meletusnya Gunung Galunggung tanggal 5 April 1982.
• Penganugerahan PARASAMYA PURNA KARYA NUGRAHA pada akhir Pelita IV tahun 1989.
• Sebagai tuan rumah penyelenggaraan kegiatan pertanian, koperasi dan Keluarga Berencana (PERTASI KENCANA) Tingkat Nasional tahun 1994.
• Terjadinya kerusuhan 26 Desember 1996 yang dikenal dengan peristiwa Desember kelabu.
• Sebagai tuan rumah penyelenggaraan kegiatan pertemuan petani se Indonesia dan Asia Tenggara (PENAS) Tingkat Nasional tahun 2002.
[sunting] Prestasi
Prestasi baik di tingkat Nasional maupun internasional, antara lain Solihin, Susi Susanti, Lidya Jaelawijaya, Lamting di bidang olah raga, Abdul Rodjak dan Mak Eroh sebagai perintis lingkungan hidup yang telah mendapatkan penghargaan Kalpataru, dan sejumlah 8 orang pengrajin yang berhasil memperoleh penghargaan Upakarti, prestasi dibidang MTQ, serta prestasi lainnya.
Di bidang kesenian, Tasikmalaya telah pula melahirkan seniman-seniman tingkat nasional, seperti Budayawan Wahyu Wibisana, dan artis-artis nasional.
[sunting] Sumber

sejarah kuningan

Sejarah Kuningan
September 1, 2008 in RUMAH KITA

SEJARAH KUNINGAN
Pertama kali diketahui Kerajaan Kuningan diperintah oleh seoran raja bernama Sang Pandawa atau Sang Wiragati. Raja ini memerintah sejaman dengan masa pemerintahan Sang Wretikandayun di Galuh (612-702 M). Sang Pandawa mempunyai putera wanita bernama Sangkari. Tahun 617 Sangkari menikah dengan Demunawan, putra Danghyang Guru Sempakwaja, seorang resiguru di Galunggung. Sangiyang Sempakwaja adalah petera tertua Wretikandayun, raja pertama Galuh. Demunawan inilah yang disebutkan dalam tradisi lisan masyarakat Kuningan memiliki ajian dangiang kuning dan menganut agama sanghiyang.
Meskipun Kuningan merupakan kerajaan kecil, namun kedudukannya cukup kuat dan kekuatan militerna cukup tangguh. Hal itu terbukti dengan kekalahan yang diderita pasukan Sanjaya (raja galuh) ketika menyerang Kuningan. kedatangan Sanjaya beserta pasukannya atas permintaan Dangiyang Guru Sempakwaja, besan sang Pandawa dengan maksud untuk memberi pelajaran terhadap Sanjaya yang bersikap pongah dan merasa diri paling kuat. Sanjaya adalah cicit Sang Wretikandayun, melalui putranya Sang Mandiminyak yang menggantikannya sebagai raja galuh (703-710) dan cucunya Sang Sena yang menjadi raja berikutnya (710-717).
Di Kerajaan Galuh terjadi konflik kepentingan, sehingga Resi Guru Sempakwaja mengambil keputusan. Diantaranya menempatkan Sang Pandawa menjadi guru haji (resiguru) di layuwatang (sekarang tempatnya di Desa Rajadanu Kecamatan Japara). Sedangkan kedudukan kerajaan digantikan Demunawan dengan gelar Sanghiyangrang Kuku, tahun 723.
Masa pemerintahan Rahyangtang Kuku, diberitakan bahwa ibu kota Kerajaan Kuningan ialah Saunggalah. Lokasinya diperkirakan berada di sekitar Kampung Salia, sekarang termasuk Desa Ciherang Kecamatan Nusaherang. Seluruh wilayahnya meliputi 13 wilayah diantaranya Galunggung, Layuwatang, Kajaron, Kalanggara, Pagerwesi, Rahasesa, Kahirupan, Sumanjajah, Pasugihan, Padurungan, Darongdong, Pegergunung, Muladarma dan Batutihang.
Tahun 1163-1175, Kerajaan Saunggalah terungkap lagi setelah tidak ada catatan paska Demunawan. Saat itu tahta kerajaan dipegang oleh Rakean Dharmasiksa, anak dari Prabu Dharmakusumah (1157-1175) seorang raja Sunda yang berkedudukan di Kawali. Rakean Dharmasiksa memerintah Saunggalah menggantikan mertuanya, karena ia menikan dengan putri Saunggalah.
Namun Rakean Dharmasiksa tidak lama kemudian menggantikan ayahnya yang wafat tahun 1175 sebagai raja Sunda. Sedangkan kerajaan Saunggalah digantikan puteranya yang bernama Ragasuci atau Rajaputra. Sebagai penguasa Saunggalah, Ragasuci dijuluki Rahyantang Saunggalah (1175-1298). Ia memeristri Dara Puspa, putri seorang raja Melayu.
Tahun 1298, Ragasuci diangkat menjadi Raja Sunda menggantikan ayahnya dengan gelar Prabu Ragasuci (1298-1304). Kedudukannya di Saunggalah digantikan puteranya bernama Citraganda. Pada masa kekuasaan Ragasuci, wilayah kekuasaannya bertambah meliputi Cipanglebakan, Geger Gadung, Geger Handiwung, dan Pasir Taritih di Muara Cipager Jampang.
Masa Keadipatian
Berdasarkan tradisi lisan, sekitar abad 15 Masehi di daerah Kuningan sekarang dikenal dua lokasi yang mempunyai kegiatan pemerintahan yaitu Luragung dan Kajene. Pusat pemerintahan Kajene terletak sekarang di Desa Sidapurna Kecamatan Kuningan. saat itu, Luragung dan Kajene bukan lagi sebuah kerajaan tapi merupakan buyut haden. Masa ini, dimulai dengan tampilnya tokoh Arya Kamuning, Ki Gedeng Luragung dan kemudian Sang Adipati Kuningan sebagai pemipun daerah Kajene, Luraugng dan kemudian Kuningan.
Mereka secara bertahap di bawah kekuasaan Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Djati (salah satu dari sembilan wali, juga penguasa Cirebon). Tokoh Adipati Kuningan ada beberapa versi. Versi pertama Sang Adipati Kuningan itu adalah putera Ki Gedeng Luragung (unsur lama). Tetapi kemudian dipungut anak oleh Sunan Gunung Djati (unsur baru).
Dia dititipkan oleh aya angkatnya kepada Arya Kamuning untuk dibesarkan dan dididik. Kemudian menggantikan kedudukan yang mendidiknya. Versi kedua, Sang Adipati Kuningan adalah putera Ratu Selawati, keturunan Prabu Siliwangi (unsur lama), dari pernikahannya dengan Syekh Maulanan Arifin (unsur baru). Disini jelas terjadi kearifan sejarah.
Berdasarkan Buku Pangaeran Wangsakerta yang ditulis abad ke 17, Sang Adipati Kuningan yang berkelanjutan penjelasanya adalah berita yang menyebutkan tokoh ini dikaitkan dengan Ratu Selawati. Bahwa agama Islam menyebar ke Kuningan berkat upaya Syek Maulana Akbar atau Syek Bayanullah. Dia adalah adik Syekh Datuk Kahpi yang bermukim dan membuka pesantren di kaki bukit Amparan Jati (sekarang Cirebon).
Syekh Maulana Akbar membukan pesantren pertama di Kuningan yaitu di Desa Sidapurna sekarang, ibu kota Kajene. Ia menikah dengan Nyi Wandansari, putri Surayana. Ada pun Surayana adalah putra Prabu Dewa Niskala atau Prabu Ningrat Kancana, Raja Sunda yang berkedudukan di Kawali (1475-1482) yang menggantikan kedudukan ayahnya Prabu Niskala Wastu Kancana atau lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi.
Dari pernikahan dengan Nyi Wandansari berputra Maulana Arifin yang kemudian menikah dengan Ratu Selawati. Ratu Selawati bersama kakak dan adiknya yaitu Bratawijaya dan Jayakarsa adalah cucu Prabu Maharaja Niskala Wastu Kancana atau Prabu Siliwangi. Bratawijaya kemudian memimpin di Kajene dengan gelar Arya Kamuning. Sedangkan Jayaraksa memimpin masyarakat Luragung dengan gelar Ki Gedeng Luragung.
Mereka bertiga, yakni Ratu Selawati, Arya Kamuning (Bratawijaya), Ki Gedeng Luragung (Jayaraksa) diIslamkan oleh uwaknya yakni Pangeran Walangsungsang. Adapun Sang Adipati Kuningan yang sesungguhnya bernama Suranggajaya adalah anak dari Ki Gedeung Luragung (namun hal itu masih merupakan babad peteng atau masa kegelapan yang sampai saat ini tidak diketahui kebenarannya sesungguhnya anak siapa Sang Adipati Kuningan).
Atas prakarsa Sunan Gunung Djati dan istrinya yang berdarah Cina Ong Tin Nio yang sedang berkunjung ke Luragung, Suranggajaya diangkat anak oleh mereka. Tetapi pemeliharaan dan pendidikannya dititipkan pada Arya Kamuning. Sedangkan Arya Kamuning sendiri dikabarkan tidak memiliki keturunan. Akhirnya Suranggajaya diangkat jadi adipati oleh Susuhunan Djati (Sunan Gunung Djati) menggantikan bapak asuhnya.
Penobatan ini dilakukan pada tanggal 4 Syura (Muharam) Tahun 1498 Masehi. Penanggalan tesebut bertempatan dengan tanggal 1 September 1498 Masehi. Sejak tahun 1978, hari pelantikan Suranggajaya menjadi Adipati Kuningan itu ditetapkan sebagai Hari Jadi Kuningan sampai sekarang.***

Sejarah jawa barat

Sejarah Jawa Barat 1 : Tarumanegara - Jawaban Terbaik Belum di Pilih
________________________________________
Tarumanagara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Bila menilik catatan prasasti, tidak ada penjelasan yang pasti siapa yang mendirikan pertama kal kerajaan Taruma. Raja yang berkuasa adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Prasasti

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor


Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.

Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.

Prasasti Pasir Muara

Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :

ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda

Terjemahannya menurut Bosch:

Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.

Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam

Terjemahannya menurut Vogel:

Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Telapak Gajah

Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

Prasasti lain

Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:

shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Terjemahannya menurut Vogel:

Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Naskah Wangsakerta

Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.

Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.

Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura--pertama kalinya nama "Sunda" digunakan.


Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 - 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.

Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?

Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).

Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.

Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.
________________http://deringtone.blogspot.com/Free MP3 Ringtone DownloadJawab dan Kutip